Entri yang Diunggulkan

kunci gitar dan lirik lagu bukti dari virgoun

  oke lek ini dia kunci gitar dari lagunya virgon yang mudah buat pemula silahkan dicoba lek tks....................... Intro:  A  E ...

Senin, 26 Februari 2018

Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah Masalah Global

Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah Masalah Global



BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial, baru memiliki arti apabila bekerja sama dengan sesamanya. Manusia dalam hidup berbangsa dan negara akan dapat melangsungkan kehidupannya jika mengadakan hubungan dengan bangsa lain. Tidak ada satu negara di dunia ini yang dapat berdiri sendiri dan tidak melibatkan diri dengan negara lain. Karena, pada dasarnya antara negara yang satu dengan negara yang lain terdapat hubungan saling ketergantungan.
Kesadaran akan pentingnya hubungan internasional menegaskan perlunya kerja sama dengan bangsa lain. Hal ini juga mempengaruhi sepak terjang bansa Indonesia dalam masyarakat Internasional, baik dalam melaksanakan politik luar negeri maupun keterlibatannya dalam berbagai organisasi Internasional.

B.       Rumusan Masalah
1.      Deskripsikan makna hubungan Internasional Kontemporer!
2.      Jelaskan makna Globalisasi!
3.      Jelaskan Maksud Kemenangan sistem ekonomi liberal terhadap ekonomi komunis sosialis!
4.      Jelaskan maksud dari Negara dan ekonomi Internasional!
5.      Jelaskan Pengaruh negara besar bagi perkembangan globalisasi!

C.      Tujuan Penulisan
1.      Sebagai salah satu tugas mata kuliah organisasi dan kerjasama internasional
2.      Agar dapat mendalami makna dan dapat menjelaskan dari hubungan internasional
3.      Untu dapat mengerti peran indonesia dalam organisasi internasional dan globalisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      HUBUNGAN INTERNASIONAL (HI) KONTEMPORER
Hubungan Internasional pada masa lampau berfokus kepada kajian mengenai perang dan damai serta kemudian meluas untuk mempelajari perkembangan, perubahan dan kesinambungan yang berlangsung dalam hubungan antar negara atau antar bangsa dalam konteks sistem global tetapi masih bertitik berat kepada hubungan politik yang lazim disebut sebagai "high politics". Sedangkan hubungan internasional kontemporer selain tidak lagi hanya memfokuskan perhatian dan kajiannya kepada hubungan politik yang berlangsung antar negara atau antar bangsa yang ruang lingkupnya melintasi batas-batas wilayah negara, juga telah mencakup peran dan kegiatan yang dilakukan oleh aktor-aktor bukan negara (non-state actors).
Hubungan Intemasional (HI) Kontemporer, selain mengkaji hubungan politik, juga mencakup sekelompok kajian lainnya seperti tentang interdependensi perekonomian, kesenjangan Utara-Selatan, keterbelakangan, perusahaan transnasional, hak-hak asasi manusia, organisasiorganisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) intenasional, lingkungan hidup, gender, dan lain sebagainya. Dengan demikian ruang lingkup yang dikaji oleh ilmu hubungan internasional menjadi lebih luas dengan mencakup pengkajian mengenai berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat (politik, ekonomi, sosial, budaya). Batasannnya adalah bahwa Hubungan Internasional mengkaji hal-hal atau aspek-aspek tersebut dari segi keterhubungan global (global connections), yang non-domestik, yang melintasi batas wilayah masingmasing entitas negara.
Pola interaksi hubungan intenasional tidak dapat dipisahkan dengan segala bentuk interaksi yang berlangsung dalam pergaulan masyarakat internasional, baik oleh pelaku negara-negara (state-actors) maupun oleh pelakupelaku bukan negara (non-state actors). 2 Pola hubungan atau interaksi ini dapat berupa Kerjasama (Cooperation), Persaingan (Competition), dan Pertentangan (Conflict).
Memang konflik (pertentangan) dan juga kompetisi (persaingan) merupakan hal-hal yang tidak mudah terhindarkan dalam interaksi hubungan internasional. Masalahnya adalah bagaimana menempuh langkahlangkah untuk membina upaya bersama guna mengurangi serta menghindari konflik yang berkepanjangan. Sumber konflik bisa terletak pada kelangkaan sumber-sumber daya (berebut menguasai sumber-sumber daya alam pada khususnya) serta egosentrisme masing-masing negara atau kesatuan (entitas) sosial tertentu, yaitu aspirasi untuk terus meningkatkan kekuatan serta kedudukan dalam hubungan (interaksi) dengan negara-negara lain atau kesatuan (entitas) sosial lainnya.
Dalam kajian HI Kontemporer, Konflik tidak selalu berarti perang atau langsung berada pada taraf setara perang atau "perang asimetris" 4, tetapi bisa berupa krisis hubungan diplomatik, protes, penolakan, tuduhan, tuntutan (claim), peringatan (waming), ancaman, tindakan balasan (retorsi atau reprisal), serta pemboikotan produk. Timbulnya konflik bisa dipicu oleh oleh sikap serta tindakan yang bernuansa permusuhan atau saling ketidakpercayaan yang bertalian dengan kecenderungan (baik pemerintah maupun rakyat) untuk memberikan reaksi keras dan berlebihan terhadap suatu peristiwa di antara dua atau lebih entitas sosial yang berbeda.
Lalu solusi yang perlu dicapai serta dikembangkan adalah kerjasama. Dewasa ini pola-pola kerjasama multilateral dan global perlu diperbanyak dan terus ditingkatkan, karena semakin luas dan banyak masalah global yang tidak bisa lagi diatasi atau ditanggulangi hanya oleh beberapa negara saja, tetapi perlu pemecahan masalah bersama-sama oleh banyak negara dan dengan mengikutsertakan pula aktor-aktor non-negara. Selain masalah global yang merupakan kelanjutan, dari masalah yang sudah ada di masa lampau seperti pertumbuhan penduduk (populasi dunia) yang lebih besar dibanding pertambahan produksi makanan dan ketersediaan air, kemiskinan, kelaparan, dan lain sebagainya, muncul masalah-masalah baru seperti pencemaran lingkungan hidup (environmental issues), persenjataan pemusnah massal (weapons of mass destruction), perkembangan industri dan berbagai dampak (positif dan negatif) dari globalisasi, liberalisasi perdagangan dunia, dan “Tripple T Revolution” (Revolusi di bidang Teknologi, Transportasi, Telekomunikasi).

B.       GLOBALISASI
Ketika suatu istilah baru menjadi populer, hal ini sering kali meliputi suatu perubahan penting sebagai bagian dari dunia ini. Ide baru ini dibutuhkan untuk menggambarkan suatu kondisi baru. Sebagai contoh, ketika seorang filosof Jeremy Bentham mengistilahkan “Internasional" di tahun 1780, yang mana ditangkap sebagai suatu pencerahan dari apa yang merupakan pendalaman dari kenyataan hidupnya keseharian, yaitu berkembangnya negara-bangsa dan transaksi yang terjadi melintasi batas di antara masyarakat di dunia ini. Orang belum membicarakan mengenai "hubungan internasional” sebelumnya, ketika umat manusia belum terorganisir menjadi suatu komunitas nasional yang diatur berdasarkan aturan dari wilayah suatu negara tertentu.
Dua ratus tahun kemudian, di tahun 1980, perbincangan mengenai globalisasi menjadi tersebar luas. Istilah ini secara cepat menjadi standar daftar kata-kata yang mana tidak hanya di lingkungan akademis, tetapi juga di antara jurnalis, politisi, bankir, periklanan, dan hiburan. Perkataan atau istilah yang sama artinya diduga telah tersebar dengan luas secara cepat dan simultan pada berbagai macam jenis bahasa. "Globalization" dalam bahasa Inggris diartikan sama dengan Quan Qui Hua dalam bahasa Cina, globalizzazione dalam bahasa Italia, jatyanthareekaranaya dalam bahasa Sinhalese, dan sebagainya. Hal ini menjadi suatu hal yang umum untuk dibicarakan seperti pasar global, komunikasi global, konferensi global, dan sebagainya. Selama tahun 1980 penstudi dari hubungan internasional dan disiplin ilmu lain mulai untuk meneliti pertanyaan dari peraturan global ( perbedaannya dengan peraturan intenasional) perubahan lingkungan global, hubungan gender global, ekonomi politik global, dan lain-lain. Kata dari "globalisasi" juga dapat ditemukan pada beberapa sampul buku saat ini.
Adalah benar bahwa ide mengenai global ini telah beredar dengan baik sebelum tahun 1980. Seorang pembicara Inggris telah mulai untuk menggunakan kalimat adjektif dari “global" untuk mengartikan “dunia secara keseluruhan" sebagai akhir dari abad kesembilan belas. Sebelumnya kalimat ini hanya berarti "hal yang berhubungan dengan bola atau berbentuk bola". Istilah "globalisasi" dan "globalisme" dikenalkan pada buku saku bacaan yang diterbitkan di tahun 1944, ketika kata benda dari “globalisasi" terdapat di dalam kamus untuk pertama kalinya di tahun 1961 (Reiser and Davies 1944: 212, 219; Webster Dictionaries).
Bagaimana pun juga, suatu hal penting telah terbuka di dunia dan selama ini telah dengan cepat berkembang hampir empat dekade dari abad kedua puluh, dan istilah "globalisasi" telah membentuk menjadi suatu karakteristik dengan baik. Sebagaimana kalimat itu disebutkan di sini, globalisasi merupakan suatu proses hubungan sosial secara relatif yang menemukan tidak adanya batasan jarak dan menghilangnya batasan-batasan secara nyata, jadi ruang lingkup kehidupan manusia itu makin bertambah dengan memainkan peranan yang lebih luas di dalam dunia sebagai satu kesatuan tunggal. Hubungan sosial, yang mana tidak lagi diperhitungkan sebagai suatu jalan yang rumit di mana orang berinteraksi dengan saling memanfaatkan satu sama lain tetapi telah berkembang menjadi pola hubungan bahkan sampai ada yang tidak lagi mengunakan kata politik internasional atau "politics among nations", tetapi politik global dan politics of the planet. Demikian pula "ekonomi global" mulai menggantikan "ekonomi internasional" terorganisir dan terbina dengan berbasiskan unit-unit dari satu planet.

C.      KEMENANGAN SISTEM EKONOMI LIBERAL TERHADAP SISTEM EKONOMI KOMUNIS-SOSIALIS
Beberapa faktor yang menyebabkan struktur ekonomi berdasarkan Paham Komunis (sosialis) tidak mampu bertahan dalam percaturan perekonomian di negara dunia ketiga, adalah sebagai berikut:
1.    Pada struktur pemerintahan negara-negara berdasarkan paham
Komunis biasanya yang menjalankan kekuasaan politik adalah partai komunis sehingga pemerintahannya bersifat Monopolis Absolut. Melalui apa yang dikenal sebagai sentralisme yang demokratis, Partai Komunis mengawasi seluruh kehidupan politik (pengawasan vertikal) serta mengawasi pula organ-organ pemerintah dan organisasi massa. Akibatnya sektor-sektor kunci ekonomi di bidang industri, pertanian, dan jasa biasanya berada di bawah pengawasan Partai Komunis atau birokrasi yang turut menentukan segi perencanaannya. Dan hal yang telah disebutkan di atas maka berarti kehidupan ekonomi di negara tersebut ditentukan secara politik, bukan oleh mekanisme pasar.
2.    Untuk bidang pemerintahannya sendiri, beberapa negara penganut
Paham Komunis ini mencoba mempertahankan kekuasaannya melalui kediktatoran yang dijalankan oleh sekelompok kecil pimpinan Partai Komunis akibatnya terjadi kekuasaan di bawah satu orang yang dianggap kuat. Keadaan seperti ini memungkinkan terjadinya penindasan terhadap rakyatnya sendiri, seperti di Uni Soviet pada masa Stalin, Cina pada masa Mao Zedong, Kamboja di bawah Pol Pot Khmer Merahnya, serta negara lainnya.
3.    Dalam struktur perekonomian, struktur produksi dari negara negara penganut paham komunis tersebut dipisahkan dari struktur permintaan (demand) yang diakibatkan oleh pengaruh politik yang besar dalam menentukan kebijakan ekonomi. Salah satu contoh kasus dalam masalah ini adalah ditentukannya target produksi oleh para pembuat rencana nasional dalam partai komunis atau di tubuh birokrasi, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kelebihan atau kekurangan produksi yang disebabkan oleh tidak adanya hubungan produksi atau penawaran dengan struktur permintaan tadi. Contoh konkrit yang terjadi di negara-negara berpaham komunis itu salah satunya adalah dalam hal permodalan, seorang pemilik perusahaan besar di negara tersebut tidak perlu memikirkan modal bagi perusahaannya, sebab alokasi modal bagi perusahaan-perusahaan di negara-negara komunis sudah diatur secara nasional, sehingga kelak sekiranya mendapatkan keuntungan maka keuntungan itu sebagian besar diambil oleh negara sebagai pajak. Hal ini yang menyebabkan tingkat kehidupan para karyawan di perusahaanperusahaan tersebut tidak berkembang karena mereka tidak mendapatkan insentif ekonomi dari perusahaan sehingga proses produksi pun tidak dapat berjalan secara efisien.
Kendala-kendala di atas ternyata sangat memperburuk usaha negara-negara sosialis tersebut untuk mempertahankan struktur perekonomian menurut paham komunis yang dianutnya, karena dengan struktur yang seperti itu mereka lambat laun mengalami kesulitan ekonomi yang kemudian dapat membawa dampak bagi kestabilan politiknya.
Kemenangan sistem liberalis atas sistem sosialis, lain dapat kita lihat dari berakhirnya perang dingin (cold war), juga dicirikan oleh "model ekonomi jepang" sebagai berikut:
1.      Perkembangan ekonomi negara-negara di Asia dan Pasifik banyak menimbulkan kekaguman dan juga ketidaksenangan dari negara negara lain di dunia, hal ini disebabkan oleh tertariknya perhatian dunia terhadap usaha penggalaan kegiatan ekspor, pembangunan sektor-sektor industri manufaktur, penarikan modal asing yang pada akhirnya negara-negara tersebut mulai mengungkit-ungkit “model ekonomi Jepang", (Jepang merupakan negara yang menerapkan sistem kapitalisme/liberalisme dalam sistem perekonomiannya) sebagai suatu strategi pembangunan ekonomi yang telah berhasil dan perlu mendapatkan perhatian ekstra.
2.      Banyak perdebatan yang timbul mengenai peranan dan arti penting dari kebijakan-kebijakan yang diambil dibalik kesuksesan pembano pembangunan perekonomian ini, sebagian dari mereka percaya bahwa keberhasilan itu ditunjang oleh liberalisasi perdagangan dengan menggunakan sistem mekanisme pasar yang diramu oleh para ahli neoklasik ekonomi. Di lain pihak banyak juga dari mereka yang meyakini bahwa keberhasilan itu disebabkan oleh diterapkannya serangkaian kebijakan-kebijakan neomerkantilis oleh pihak pemerintah masing-masing negara.  
3.      Sementara itu disadari bahwa peranan sistem internasional ternyata sangat besar dalam membantu keberhasilan ekonomi Jepang dan negara-negara di Asia lainnya. Sistem ini dapat mencapai posisi ekuilibrium apabila negara yang mendominasi yaitu Amerika Serikat dengan paham Liberalnya bersedia mendukung kestabilan dan kelangsungan sistem tersebut. Dari pernyataan di atas kita dapat melihat betapa kuatnya pengaruh liberal dalam sistem internasional kepada strutur perekonomian negara-negara di Asia (yang notabene merupakan negara-negara dunia ketiga).
4.      Perkembangan ekonomi di Asia sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kepentingan Jepang dan segala dampaknya di kawasan itu dari masa ke masa, juga pengaruh Paham Liberal Amerika Serikat yang dalam kedudukannya sebagai negara hegemoni yang sangat berkepentingan atas kelanggengan system international pasca Perang Dunia Kedua.
5.      Pada periode pertama Jepang lebih merupakan sebuah negara hegemoni berskala regional dengan kebijakan politik imprerialismenya yang mencoba mengintegrasikan segenap wilayah jajahannya ke dalam core, yakni Jepang sendiri, sementara Jepang mengalami keterlambatan dalam memasuki sistem internasional yang bersifat imperialisme pada masa itu. Faktor keterlambatan itu telah memaksa Jepang untuk memperkeras usahanya dalam melancarkan kegiatan dan upaya industrialisasi dalam rangka mengontrol wilayah-wilayah jajahannya.
6.      Usaha-usaha integrasi ekonomi ala kapitalisme/liberalisme yang dilakukan oleh Jepang atas beberapa wilayah jajahannya dilancarkan secara intens dan serius, hal ini membawa dampak positif berupa perbaikan sarana dan perbaikan fasilitas infrastruktur di beberapa negara jajahannya tersebut antara lain Korea dan Taiwan. Usaha integrasi ekonomi tersebut melibatkan pula kebijakan transformasi sosial-politik untuk memperlancar usaha mobilisasi ekonomi tersebut. Dari penjelasaan di atas kita harus memperthitungkan "warisan” kolonialisme Jepang yang memberi dampak positif bagi negara jajahannya di Asia sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang sehat di negara-negara tersebut.

D.      NEGARA DAN EKONOMI INTERNASIONAL
Merujuk kepada buku-buku maupun jurnal-jurnal, era yang akan mendominasi dunia ini untuk saat ini serta masa mendatang adalah era globalisasi dan kapitalisme global. Globalisasi adalah sebuah gejala yang pada saat ini sungguh tidak terelakkan. Televisi dan koran membawa berita-berita dari segala sudut dunia ke meja kantor dan rumah di berbagai pelosok; bukan hanya berita perang, tetapi juga berita olah raga, fashion, musik, dan sebagainya. Orang kini bisa marah, sedih, dan gembira terhadap peristiwaperistiwa yang tidak ia lihat dengan mata kepala sendiri. Sementra itu produkproduk, yang tidak bisa dibuat di tanah air, memenuhi rak-rak toko dan etalase. Mereka didatangkan dari segala penjuru dunia, dari minuman, sepatu, makanan, baju, celana, hingga mobil mewah. Dan tidak boleh dilupakan, para pemburu saham, setiap hari mereka menyaksikan harga saham turunnaik bukan hanya yang di Jakarta, tetapi juga di London, Frankfurt, Tokyo, dan New York. Orang dibuat tidak bisa tidur atau sakit jantung gara-gara harga saham melonjak dan tidak menentu.
Hal ini menyentuh pada tingkat kebudayaan yang juga merupakan unsur intrusive dari negara maju sekaligus alat propaganda di dalam menebarkan bom-bom budaya baru di segala penjuru dunia, yang antara lain melalui MTV yang banyak berisikan materi gaya hidup dan musik anak muda Amerika Serikat dengan disertai penyanyi-penyanyinya (Britney Spears, Shakira, Paula Abdul, Shania Twain) dan juga diikuti dengan film-film buatan Hollywood (Rambo, Rocky, Terminator, Austin Power) yang didukung oleh acara berupa pemberian penghargaan piala Oscar. Sehingga menekan budaya lokal sampai ke sudut yang paling sempit sehingga orang dibuat lupa akan budayanya sendiri dan mengindahkan nilai-nilai budaya asing yang masuk ke dalam dirinya. Sebab di jaman sekarang ini orang yang tetap berpendirian teguh pada nilai-nilai lama atau dengan kata lain budayanya akan dipandang ketinggalan jaman ini bisa disebut pula Amerikanisasi atau bisa disebut juga McDonaldization, yang merupakan suatu ideologi kebudayaan untuk membenarkan semua yang disebut “neoliberalisme".
Regionalisme dengan blok-blok ekonomi yang ada di kawasan masingmasing seperti ASEAN sebagai contoh juga mau tidak mau harus dapat menerima atau mencoba bertahan dari terpaan badai globalisasi yang terasa kencang ini dengan menguatkan kerjasama ekonominya. Sebab pergerakan dan pergeseran atau tranformasi secara besar-besaran terjadi dalam hal ini demi memudahkan perdagangan seperti pembebasan tarif bea masuk dan pajak disertai dengan masuknya praktisi asing baik itu tenaga kasar, ahli dari negara luar atau pun barang dari negara maju atau antar negara berkembang sendiri (AFTA dan APEC) semua komponen usaha khususnya Indonesia (sebagai contoh) dalam hal ini harus “berperang melawan dunia luar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Edward Luttwak (Turbo Capitalism, 1999) tentang peranan negara dalam proses penjarahan global ini.
Dalam kaitannya dengan globalisasi ini di mana dibutuhkan dukungan dan kerjasama antara pihak pemerintah dengan pemerintah negara lain dan dengan MNC (multinationalcoorporations) baik itu tertuang dalam wadah kerangka kerja sama ekonomi regional dalam kawasan (ASEAN, Uni Eropa) ataupun wadah lembaga atau badan internasional (IMF, WTO, World Bank) yang lain. Lebih lanjut demi memajukan roda perekonomian dunia karena dalam era globalisasi sekarang peranan MNC yang cukup besar (FIAT, Microsoft, IBM, General Motors, Royal Dutch/Shell Group, Exxon, Ford Motor, British Petroleum, Toyota Motor Coorporation, General Electric, Unilever, Nissan, dan sebagainya). Juga tidak bisa dipungkiri lagi telah masuk ke seluruh dunia melalui produk-produk barang hasil MNC tersebut.
Jean Marie-Le Pen, pemimpin Partai Front Nasional Ekstrem Kanan yang sempat lolos di dalam babak penentuan pemilihan Presiden Perancis pada bulan April 2002 yang lalu, bukannya memajukan kerjasama tetapi malah berusaha menumbuhkan atau membangkitkan kembali semangat jiwa fasisme serta nasionalisme sempit dengan mengedepankan isu-isu yang dianggap membahayakan bagi sebagian besar masyarakat dunia pada umumnya dan di dalam negeri Perancis itu sendiri. Yang di dalam kampanyenya 2002 yang lalu Le Pen mengedepankan gagasan bahwa arus imigran telah mengurangi kesempatan penduduk Perancis “asli” untuk memperoleh pekerjaan; bahwa naiknya tingkat kriminalitas di Perancis erat kaitannya dengan kehadiran kaum imigran (kaum pendatang dari Afrika Utara) dan juga gagasannya yang lain mengenai Perancis yang harus keluar dari Uni Eropa yang mana menurut Le Pen Perancis dan Uni Eropa mengalami hubungan yang abnormal serta telah memperbudak Perancis dan membuat Perancis kehilangan substansinya.
Mitos-mitos yang berkembang seputar globalisasi semakin terlihat menjadi suatu hal yang mendekati kenyataan dan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru pula. Pertama secara dramatis yang dikemukakan oleh Keniichi Omae. Ia berpendapat bahwa akibat dari globalisasi, dirumuskan sebagai gempuran dari Four I-s, akan lenyaplah yang disebut nation states. Hal inimemang cocok untuk dikatakan “dramatis" karena ia meramalkan suatu hal menakutkan yang menimpa sesuatu yang besar. Sekurang-kurangnya hingga tahun 2003 ini belum ada nation-state satu pun yang bubar. Negara bangsa masih berdiri, bahkan di beberapa tempat di dunia malah ada tuntutan baru untuk mendirikan negara-bangsa yang baru (Aceh, Papua, Kurdi, Taiwan, dan sebagainya). Negara-bangsa memang mengalami tekanan luar-biasa, yang belum pernah ada pada masa sebelumnya, tetapi negara-bangsa tidak bubar.
Sedang yang kedua dikemukakan oleh Noorena Hertz (Silent Takeover and the Death of Democracy) lebih masuk akal. Ia mengatakan akibat globalisasi ekonomi, akan terjadilah the death of democracy. Para pemimpin negara saat ini, memang dipilih rakyat, tetapi ternyata mereka lebih sibuk untuk "melayani” pelaku bisnis global yang tidak memilihnya. Para pemimpin negara yang masih memperhitungkan para pemilih dalam negeri (domestic constituent), tetapi justru demi memuaskan para konstituen inilah para pemimpin akan melakukan apa saja asal para kapitalis yang telah mengglobal itu mau datang di negaranya. Tentu saja para pemimpin bersaing satu sama lain karena para investor hanya akan memilih negara yang memberikan syaratsyarat yang paling menguntungkan bisnis mereka.
Berbeda menurut Thomas L. Friedman seperti yang ditulisnya, melalui buku Memahami Globalisasi: Lexus dan Pohon Zaitun. Friedman menyebutkan bahwa ciri istimewa globalisasi terdapat pada kata integrasi. Dunia menjadi tempat untuk menjalin hubungan. Karena ancaman maupun peluang yang ada, tergantung dari kepada siapa seseorang dihubungkan. Sistem globalisasi dibangun di tiga keseimbangan yang saling tumpang tindih dan saling mempengaruhi, yaitu keseimbangan tradisional antara negara, lalu negara dengan pasar global, dan keseimbangan antara individu dengan negara.
Pasar global dalam hal ini penting karena dibentuk oleh jutaan investor yang memutar uangnya keliling dunia hanya dengan meng-klik mouse komputer. Runtuhnya tembok Berlin memberikan lebih banyak kekuasaan bagi individu, baik untuk mempengaruhi pasar atau pun negara. “Jadi, sekarang Anda tidak hanya memiliki negara adidaya, supermarket, tetapi juga sekarang Anda memiliki individu dengan kekuatan super (super powerpeople)," kata Friedman. Beberapa di antara individu dengan kekuatan super itu dalam kondisi sangat marah dan dapat bertindak langsung di pentas dunia. Untuk memperjelas itu, ia antara lain menunjuk contoh Osama bin Laden yang mengendalikan serangan teror di AS, 11 September.
Di era globalisasi ini dimana persaingan dalam berbagi bidang apalagi yang bersentuhan dengan ekonomi amatlah kompetitif, terutama dalam bidang usaha dan perdagangan. Sebagaimana kita ketahui UKM (Usaha Kecil dan Menengah) di masa krisis ini bisa bertahan, sedang usaha-usaha besar yang sepanjang pemerintahan Soeharto banyak diberikan kemudahan di dalam berbagai hal, termasuk pemberian kredit tidak bisa bertahan. Mengapa UKM dan koperasi tidak seterpuruk usaha besar? Pertama, sebagian besar usaha kecil menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods) khususnya yang tidak tahan lama (nondurable consumer goods). Kelompok barang ini dicirikan oleh keandalan permintaaan terhadap perubahan pendapatan (income elasticity of demand) yang relatif rendah.
Artinya seandainya terjadi peningkatan pendapatan pada masyarakat, permintaan atas kelompok barang ini tak akan meningkat banyak; sebaliknya jika pendapatan masyarakat merosot sebagai akibat dari krisis sebagaimana yang terjadi dalam empat tahun terahir ini maka permintaan tak akan banyak berkurang. Dengan demikian, secara rata-rata tingkat kemunduran usaha kecil tidak separah yang dialami oleh kebanyakan usaha besar, terutama usaha yang selama ini bisa bertahan karena proteksi, fasilitas istimewa, dan praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) lainnya.
Kedua, mayoritas usaha kecil lebih mengandalkan pada non-banking financial dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini terjadi karena akses usaha kecil pada fasilitas perbankan sangat terbatas. Ketiga, pada umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi produksi yang ketat, dalam artian hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja (kebalikan dari konglomerasi). Modal yang terbatas menjadi salah satu faktor yang melatar belakanginya. Keempat, terbentuknya usaha-usaha kecil baru terutama di sektor informal, sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal karena krisis ekonomi yang berkepanjangan. Banyaknya unit usaha baru di sektor informal ini pada akhirnya membuat tidak terjadi penurunan jumlah UKM dan koperasi, bahkan dalam kenyataannya mengalami peningkatan menjadi satu juta unit.

E.       PENGARUH NEGARA BESAR BAGI PERKEMBANGAN GLOBALISASI
Kedaulatan dari suatu negara menjadi dasar terhadap suatu wilayah di dunia ini. Dengan tujuan kepada pemerintah-pemerintah untuk melatih secara total dan kewenangan yang esklusif di antara beberapa spesifikasi atau bidang tertentu, peristiwa-peristiwa yang timbul pada lokasi yang pasti, dan yurisdiksi yang harus dipisahkan secara jelas dari batasan atas demarkasi yang mana secara resmi agar dapat menjaga hal tersebut dalam pengawasan ketat di mana hal ini, dengan adanya globalisasi di mana hubungan sosial timbul mempunyai tuan rumah yang secara kualitas tidak lagi memiliki wilayah dan batasan yang melarut menjadi satu di dalam derasnya aliran arus elektronik dan lainnya, dengan kondisi awal secara krusial yang efektif dari kedaulatan telah berpindah.
Di sisi lain, beberapa angka dari materi pembangunan telah memotong kedaulatan negara tersebut. Negara secara kontemporer dalam hal ini tidak dapat dengan baik secara sendirinya mengontrol fenomena seperti perusahaan global, alat kontrol dari satelit, masalah ekologi global, dan perdagangan global dari saham dan surat obligasi. Tidak ada dari hal tersebut yang dapat dikatakan berada dalam ruang wilayah di mana suatu negara dimungkinkan untuk melakukan usaha keras untuk menerapkan yuridiksi secara eksklusif.
Transmisi data komputer, senjata nuklir, dan komunikasi telepon tidak dapat dihentikan dengan melewati tempat pemeriksaan dengan batasanbatasan. Media massa global telah mengurangi peranan dari negara atas pendidikan dan bahasa. Dan di dalam memandang luasnya dan tersebarnya bank deposit dan secara besar dengan menggunakan transfer uang elektronik, negara juga kehilangan pijakan atas kepemilikan dari hal lainnya yang mana telah secara resmi terlebih dahulu menjadi bagian dari suatu kedaulatan, yaitu mata uang nasional.
Sepanjang perubahan materi ini, globalisasi juga telah melepaskan beberapa budaya dan unsur psikologi penting sebagai fondasi dari suatu kedaulatan. Sebagai contoh, hasil dari tumbuhnya jaringan lintas batas, membuat banyak orang memiliki loyalitas sehingga menambah dan mungkin akan dapat mengesampingkan perasaan dari solidaritas nasional yang sebelumnya telah diberikan secara sah kepada kedaulatan dari suatu negara. Dengan pertolongan dari konferensi global, komunikasi global, dan sebagainya, secara tepat ikatan suprateritorial yang mana telah mempererat di dalam pergerakan kewanitaaan, di antara kelas-kelas manajerial transnasional, di lingkungan kaum gay dan lesbian, di antara kalangan orang-orang cacat, dan pada jutaan dari komunitas media-komputer yang didirikan melalui kelompok di internet.
Di waktu yang sama, globalisasi juga, seperti telah disebutkan di atas, sering kali diperkuat lagi dengan lokalisasi dari loyalitas. Sebagai contoh, di kalangan masyarakat pribumi dan grup etnik lain yang menjadi sub-negara tersebut. Sebagai tambahan, banyak orang di dunia globalisasi kontemporer ini telah membuat nilai tambah seperti di dalam pertumbuhan ekonomi, hak-hak asasi manusia, dan menyokong kemampuan dari ekologi sebagai suatu prioritas dibandingkan dengan kedaulatan dari negara yang secara normal diasosiasikan pada penentuan nasib secara nasional.
Negara dalam hal ini cenderung berusaha untuk mengatur tata cara dan penilaian agar mereka tidak kehilangan kedaulatan dalam menghadapai globalisasi, tetapi mereka tidak mempunyai pilihan untuk menahan hal tersebut. Bahkan pemerintah Cina, yang secara terus menerus berusaha untuk menghidupkan kedaulatan yang bertumpu pada world order, menempatkan “interdependensi global" sebagai perhatiannya pada masa sepuluh tahun. Blueprint konsep ekonomi RRC di tahun 1990.
Memang ada pelanggaran dari kedaulatan di bawah sistem Westphalian pada abad ke 17, tetapi pada waktu itu adalah normal disadari untuk setidaknya mengadakan hipotesis bahwa suatu negara dapat, dengan kekuatan dari institusi dan instrumen yang dimiliki, dapat lolos dan secara legal berdaulat dan kedaulatannya itu dapat efektif. Secara kontras, di bawah kondisi dari globalisasi kontemporer, memerintah dengan berdasarkan atas kekuasaan yang tertinggi dan wilayah yang secara eksklusif mempunyai wewenang telah menjadi sesuatu yang sama sekali susah untuk dilaksanakan. Tidak sebanding dengan banyaknya jumlah bangunan institusi dan legislatif secara sepihak yang akan membolehkan suatu negara besar untuk mencapai kontrol atas kuasa mutlak di luar dari wilayahnya. Seperti halnya banyak negara pasca kolonial yang didirikan selama kurun waktu dari globalisasi tidak pernah berdaulat penuh.

















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Hubungan dan kerjasama antar bangsa muncul karena tidak meratanya pembagian kekayaan alam dan perkembangan industri di seluruh dunia sehingga terjadi saling ketergantungan antara bangsa dan negara yang berbeda. Karena hubungan dan kerjasama ini terjadi terus menerus, sangatlah penting untuk memelihara dan mengaturnya sehingga bermanfaat dalam pengaturan khusus sehingga tumbuh rasa persahabatan dan saling pengertian antar bangsa di dunia.
Perhatian yang lebih terhadap hubungan antar bangsa sangat diperlukan karena ini mempengaruhi kerja sama antar setiap bangsa, baik politik, ekonomi keamanan dan lain sebagainya. Oleh karena itu segala kemungkinan – kemungkinan terjadinya konflik agar sesegera mungkin dapat diselesaikan dengan baik dan dengan kerja sama yang baik.

B.       Saran
Bahwasanya perkembangan-perkembangan yang terjadi begitu cepat baik diglobal dan nasional memberikan nuansa baru dalam kehidupan internasional maupun nasional. Nuansa-nuansa ini mengarah pada terbentuknya kesadaran identitas baru baik local maupun internasional yang banyak kasus telah menyebabkan terjadinya berbagai konflik komunal.
Namun globalisasi yang kini sedang dihadapi bukanlah sesuatu yang perlu kita hindari, melainkan sebuah proses kehidupan yang dapat kita lalui bersama secara positif seiring proses pembangunan nasional yang juga kini kita tempuh bersama.




DAFTAR PUSTAKA

http://adlisyahyusri.blogspot.com/2013/01/makalah-lengkap-hubungan-internasional.html
Clark, Ian. 2001. Globalization and The Post-Cold War Order, in; John Baylis & Steve Smith (eds.) “The Globalization of World Politics”, 2nd edition, Oxford, pp. 614-648.
Departemen Hubungan Internasional. 2005. “2005-2020 Roadmap Studi Hubungan Internasional Universitas Airlangga.”
Hay, Colin. 2007. International Relations Theory and Globalization, in; Tim Dunne, Milja Kurki & Steve Smith (eds.) “International Relations Theories”, Oxford University Press, pp. 266-287.
Lake, David A. & Powell, Robert. 1999. International Relations: A Strategic-Choice Approach, in; David A. Lake & Robert Powell (eds.), “Strategic Choice and International Relations”, Princeton University Press, pp. 3-38.
Linklater, Andrew. 2001. Globalization and The Transformation of Political Community, in; John Baylis & Steve Smith (eds.) “The Globalization of World Politics”, 2nd edition, Oxford, pp. 617-633.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar