BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia
sebagai makhluk sosial, baru memiliki arti apabila bekerja sama dengan
sesamanya. Manusia dalam hidup berbangsa dan negara akan dapat melangsungkan
kehidupannya jika mengadakan hubungan dengan bangsa lain. Tidak ada satu negara
di dunia ini yang dapat berdiri sendiri dan tidak melibatkan diri dengan negara
lain. Karena, pada
dasarnya antara negara yang satu dengan negara yang lain terdapat hubungan
saling ketergantungan.
Kesadaran akan pentingnya hubungan internasional menegaskan perlunya kerja
sama dengan bangsa lain. Hal ini juga mempengaruhi sepak terjang bansa
Indonesia dalam masyarakat Internasional, baik dalam melaksanakan politik luar
negeri maupun keterlibatannya dalam berbagai organisasi Internasional.
B. Rumusan Masalah
1. Deskripsikan
makna hubungan Internasional Kontemporer!
2. Jelaskan
makna Globalisasi!
3. Jelaskan
Maksud Kemenangan sistem ekonomi liberal terhadap ekonomi komunis sosialis!
4. Jelaskan
maksud dari Negara dan ekonomi Internasional!
5. Jelaskan
Pengaruh negara besar bagi perkembangan globalisasi!
C. Tujuan Penulisan
1.
Sebagai salah satu
tugas mata kuliah organisasi dan kerjasama internasional
2.
Agar dapat mendalami
makna dan dapat menjelaskan dari hubungan internasional
3.
Untu dapat mengerti
peran indonesia dalam organisasi internasional dan globalisasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. HUBUNGAN
INTERNASIONAL (HI) KONTEMPORER
Hubungan Internasional pada masa
lampau berfokus kepada kajian mengenai perang dan damai serta kemudian meluas
untuk mempelajari perkembangan, perubahan dan kesinambungan yang berlangsung
dalam hubungan antar negara atau antar bangsa dalam konteks sistem global
tetapi masih bertitik berat kepada hubungan politik yang lazim disebut sebagai
"high politics". Sedangkan hubungan internasional kontemporer selain
tidak lagi hanya memfokuskan perhatian dan kajiannya kepada hubungan politik
yang berlangsung antar negara atau antar bangsa yang ruang lingkupnya melintasi batas-batas wilayah negara, juga telah mencakup
peran dan kegiatan yang dilakukan oleh aktor-aktor bukan negara (non-state
actors).
Hubungan Intemasional (HI)
Kontemporer, selain mengkaji hubungan politik, juga mencakup sekelompok kajian
lainnya seperti tentang interdependensi perekonomian, kesenjangan
Utara-Selatan, keterbelakangan, perusahaan transnasional, hak-hak asasi
manusia, organisasiorganisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM)
intenasional, lingkungan hidup, gender, dan lain sebagainya. Dengan demikian
ruang lingkup yang dikaji oleh ilmu hubungan
internasional menjadi lebih luas dengan mencakup pengkajian mengenai berbagai
aspek dalam kehidupan masyarakat (politik, ekonomi, sosial, budaya).
Batasannnya adalah bahwa Hubungan Internasional mengkaji
hal-hal atau aspek-aspek tersebut dari segi keterhubungan global (global
connections), yang non-domestik, yang melintasi batas wilayah masingmasing
entitas negara.
Pola interaksi hubungan
intenasional tidak dapat dipisahkan dengan segala bentuk interaksi yang
berlangsung dalam pergaulan masyarakat internasional, baik oleh pelaku
negara-negara (state-actors) maupun oleh pelakupelaku bukan negara (non-state
actors). 2 Pola hubungan atau interaksi ini dapat berupa Kerjasama
(Cooperation), Persaingan (Competition), dan Pertentangan (Conflict).
Memang konflik (pertentangan) dan
juga kompetisi (persaingan) merupakan hal-hal yang tidak mudah terhindarkan
dalam interaksi hubungan internasional. Masalahnya adalah bagaimana menempuh
langkahlangkah untuk membina upaya bersama guna mengurangi serta menghindari
konflik yang berkepanjangan. Sumber konflik bisa terletak pada kelangkaan
sumber-sumber daya (berebut menguasai sumber-sumber daya alam pada khususnya)
serta egosentrisme masing-masing negara atau kesatuan (entitas) sosial
tertentu, yaitu aspirasi untuk terus meningkatkan kekuatan serta kedudukan dalam
hubungan (interaksi) dengan negara-negara lain atau kesatuan (entitas) sosial
lainnya.
Dalam kajian HI Kontemporer,
Konflik tidak selalu berarti perang atau langsung berada pada taraf setara
perang atau "perang asimetris" 4, tetapi bisa berupa krisis hubungan
diplomatik, protes, penolakan, tuduhan, tuntutan (claim), peringatan (waming),
ancaman, tindakan balasan (retorsi atau reprisal), serta pemboikotan produk.
Timbulnya konflik bisa dipicu oleh oleh sikap serta tindakan yang bernuansa
permusuhan atau saling ketidakpercayaan yang bertalian dengan kecenderungan
(baik pemerintah maupun rakyat) untuk
memberikan reaksi keras dan berlebihan terhadap suatu peristiwa di antara dua
atau lebih entitas sosial yang berbeda.
Lalu solusi yang perlu dicapai
serta dikembangkan adalah kerjasama. Dewasa ini pola-pola kerjasama
multilateral dan global perlu diperbanyak dan terus ditingkatkan, karena
semakin luas dan banyak masalah global yang tidak bisa lagi diatasi atau
ditanggulangi hanya oleh beberapa negara saja, tetapi perlu pemecahan masalah
bersama-sama oleh banyak negara dan dengan mengikutsertakan pula aktor-aktor
non-negara. Selain masalah global yang merupakan kelanjutan, dari masalah yang
sudah ada di masa lampau seperti pertumbuhan penduduk (populasi dunia) yang lebih
besar dibanding pertambahan produksi makanan dan ketersediaan air, kemiskinan,
kelaparan, dan lain sebagainya, muncul masalah-masalah baru seperti pencemaran
lingkungan hidup (environmental issues), persenjataan pemusnah massal (weapons of mass destruction), perkembangan industri
dan berbagai dampak (positif dan negatif) dari globalisasi, liberalisasi
perdagangan dunia, dan “Tripple T Revolution” (Revolusi di bidang Teknologi,
Transportasi, Telekomunikasi).
B. GLOBALISASI
Ketika suatu istilah baru menjadi
populer, hal ini sering kali meliputi suatu perubahan penting sebagai bagian
dari dunia ini. Ide baru ini dibutuhkan untuk
menggambarkan suatu kondisi baru. Sebagai contoh, ketika seorang filosof Jeremy
Bentham mengistilahkan “Internasional" di tahun 1780, yang mana ditangkap
sebagai suatu pencerahan dari apa yang merupakan pendalaman dari kenyataan
hidupnya keseharian, yaitu berkembangnya negara-bangsa dan transaksi yang
terjadi melintasi batas di antara masyarakat di dunia ini. Orang belum
membicarakan mengenai "hubungan internasional” sebelumnya, ketika umat
manusia belum terorganisir menjadi suatu komunitas nasional yang diatur
berdasarkan aturan dari wilayah suatu negara tertentu.
Dua ratus tahun kemudian, di tahun
1980, perbincangan mengenai globalisasi menjadi tersebar luas. Istilah ini
secara cepat menjadi standar daftar kata-kata yang mana tidak hanya di
lingkungan akademis, tetapi juga di antara jurnalis, politisi, bankir,
periklanan, dan hiburan. Perkataan atau istilah yang sama artinya diduga telah
tersebar dengan luas secara cepat dan simultan pada berbagai macam jenis
bahasa. "Globalization" dalam bahasa Inggris diartikan sama dengan
Quan Qui Hua dalam bahasa Cina, globalizzazione dalam bahasa Italia,
jatyanthareekaranaya dalam bahasa Sinhalese, dan sebagainya. Hal ini menjadi
suatu hal yang umum untuk dibicarakan seperti pasar global, komunikasi global,
konferensi global, dan sebagainya. Selama tahun 1980 penstudi dari hubungan
internasional dan disiplin ilmu lain mulai untuk meneliti pertanyaan dari
peraturan global ( perbedaannya dengan peraturan intenasional) perubahan
lingkungan global, hubungan gender global, ekonomi politik global, dan
lain-lain. Kata dari "globalisasi" juga dapat ditemukan pada beberapa
sampul buku saat ini.
Adalah benar bahwa ide mengenai
global ini telah beredar dengan baik sebelum tahun 1980. Seorang pembicara
Inggris telah mulai untuk menggunakan kalimat adjektif dari “global" untuk
mengartikan “dunia secara keseluruhan" sebagai akhir dari abad kesembilan
belas. Sebelumnya kalimat ini hanya berarti "hal yang berhubungan dengan
bola atau berbentuk bola". Istilah "globalisasi" dan
"globalisme" dikenalkan pada buku saku bacaan yang diterbitkan di
tahun 1944, ketika kata benda dari “globalisasi" terdapat di dalam kamus
untuk pertama kalinya di tahun 1961 (Reiser and Davies 1944: 212, 219; Webster
Dictionaries).
Bagaimana pun juga, suatu hal
penting telah terbuka di dunia dan selama ini telah dengan cepat berkembang
hampir empat dekade dari abad kedua puluh, dan istilah "globalisasi"
telah membentuk menjadi suatu karakteristik dengan baik. Sebagaimana kalimat
itu disebutkan di sini, globalisasi merupakan suatu proses hubungan sosial
secara relatif yang menemukan tidak adanya batasan jarak dan menghilangnya batasan-batasan
secara nyata, jadi ruang lingkup kehidupan manusia itu makin bertambah dengan
memainkan peranan yang lebih luas di dalam dunia
sebagai satu kesatuan tunggal. Hubungan sosial, yang mana tidak lagi
diperhitungkan sebagai suatu jalan yang rumit di mana orang berinteraksi dengan
saling memanfaatkan satu sama lain tetapi telah berkembang menjadi pola
hubungan bahkan sampai ada yang tidak lagi mengunakan kata politik
internasional atau "politics among nations", tetapi politik global
dan politics of the planet. Demikian pula "ekonomi global" mulai
menggantikan "ekonomi internasional" terorganisir dan terbina dengan
berbasiskan unit-unit dari satu planet.
C. KEMENANGAN SISTEM
EKONOMI LIBERAL TERHADAP SISTEM EKONOMI KOMUNIS-SOSIALIS
Beberapa faktor yang menyebabkan
struktur ekonomi berdasarkan Paham Komunis (sosialis) tidak mampu bertahan
dalam percaturan perekonomian di negara dunia ketiga, adalah sebagai berikut:
1.
Pada struktur
pemerintahan negara-negara berdasarkan paham
Komunis biasanya yang menjalankan kekuasaan politik adalah
partai komunis sehingga pemerintahannya bersifat Monopolis Absolut. Melalui apa yang dikenal sebagai sentralisme yang
demokratis, Partai Komunis mengawasi seluruh kehidupan politik (pengawasan
vertikal) serta mengawasi pula organ-organ pemerintah dan organisasi massa. Akibatnya sektor-sektor kunci ekonomi di
bidang industri, pertanian, dan jasa biasanya berada di bawah pengawasan Partai
Komunis atau birokrasi yang turut menentukan segi perencanaannya. Dan hal yang
telah disebutkan di atas maka berarti kehidupan ekonomi di negara tersebut
ditentukan secara politik, bukan oleh
mekanisme pasar.
2.
Untuk bidang
pemerintahannya sendiri, beberapa negara penganut
Paham Komunis ini mencoba mempertahankan kekuasaannya
melalui kediktatoran yang dijalankan oleh sekelompok kecil pimpinan Partai
Komunis akibatnya terjadi kekuasaan di bawah satu orang yang dianggap kuat.
Keadaan seperti ini memungkinkan terjadinya penindasan terhadap rakyatnya
sendiri, seperti di Uni Soviet pada masa Stalin, Cina pada masa Mao Zedong,
Kamboja di bawah Pol Pot Khmer Merahnya, serta
negara lainnya.
3.
Dalam struktur
perekonomian, struktur produksi dari negara negara
penganut paham komunis tersebut dipisahkan dari struktur permintaan (demand)
yang diakibatkan oleh pengaruh politik yang besar dalam menentukan kebijakan
ekonomi. Salah satu contoh kasus dalam masalah ini adalah ditentukannya target
produksi oleh para pembuat rencana nasional dalam partai komunis atau di tubuh
birokrasi, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kelebihan atau kekurangan
produksi yang disebabkan oleh tidak adanya hubungan produksi atau penawaran
dengan struktur permintaan tadi. Contoh konkrit yang terjadi di negara-negara
berpaham komunis itu salah satunya adalah dalam hal permodalan, seorang pemilik
perusahaan besar di negara tersebut tidak perlu memikirkan modal bagi
perusahaannya, sebab alokasi modal bagi perusahaan-perusahaan di negara-negara
komunis sudah diatur secara nasional, sehingga kelak sekiranya mendapatkan
keuntungan maka keuntungan itu sebagian besar diambil oleh negara sebagai
pajak. Hal ini yang menyebabkan tingkat
kehidupan para karyawan di perusahaanperusahaan tersebut tidak berkembang
karena mereka tidak mendapatkan insentif ekonomi dari perusahaan sehingga
proses produksi pun tidak dapat berjalan secara efisien.
Kendala-kendala di atas ternyata
sangat memperburuk usaha negara-negara sosialis tersebut untuk mempertahankan
struktur perekonomian menurut paham komunis yang dianutnya, karena dengan
struktur yang seperti itu mereka lambat laun mengalami kesulitan ekonomi yang
kemudian dapat membawa dampak bagi kestabilan politiknya.
Kemenangan sistem liberalis atas
sistem sosialis, lain dapat kita lihat dari berakhirnya perang dingin (cold
war), juga dicirikan oleh "model ekonomi jepang" sebagai berikut:
1.
Perkembangan ekonomi
negara-negara di Asia dan Pasifik banyak menimbulkan
kekaguman dan juga ketidaksenangan dari negara negara
lain di dunia, hal ini disebabkan oleh tertariknya perhatian dunia terhadap
usaha penggalaan kegiatan ekspor, pembangunan sektor-sektor industri
manufaktur, penarikan modal asing yang pada akhirnya negara-negara tersebut
mulai mengungkit-ungkit “model ekonomi Jepang", (Jepang merupakan negara
yang menerapkan sistem kapitalisme/liberalisme dalam sistem perekonomiannya)
sebagai suatu strategi pembangunan ekonomi yang telah berhasil dan perlu mendapatkan perhatian ekstra.
2.
Banyak perdebatan yang
timbul mengenai peranan dan arti penting dari
kebijakan-kebijakan yang diambil dibalik kesuksesan pembano pembangunan
perekonomian ini, sebagian dari mereka percaya bahwa keberhasilan itu ditunjang
oleh liberalisasi perdagangan dengan menggunakan sistem mekanisme pasar yang
diramu oleh para ahli neoklasik ekonomi. Di lain pihak banyak juga dari mereka
yang meyakini bahwa keberhasilan itu disebabkan oleh diterapkannya serangkaian
kebijakan-kebijakan neomerkantilis oleh pihak pemerintah
masing-masing negara.
3.
Sementara itu disadari
bahwa peranan sistem internasional ternyata sangat
besar dalam membantu keberhasilan ekonomi Jepang dan negara-negara di Asia
lainnya. Sistem ini dapat mencapai posisi ekuilibrium apabila negara yang
mendominasi yaitu Amerika Serikat dengan paham Liberalnya bersedia mendukung
kestabilan dan kelangsungan sistem tersebut. Dari pernyataan di atas kita dapat
melihat betapa kuatnya pengaruh liberal dalam sistem internasional kepada
strutur perekonomian negara-negara di Asia (yang notabene merupakan negara-negara dunia ketiga).
4.
Perkembangan ekonomi
di Asia sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kepentingan Jepang dan segala
dampaknya di kawasan itu dari masa ke masa, juga pengaruh Paham Liberal Amerika
Serikat yang dalam kedudukannya sebagai negara hegemoni yang sangat
berkepentingan atas kelanggengan system international pasca Perang Dunia Kedua.
5.
Pada periode pertama
Jepang lebih merupakan sebuah negara hegemoni
berskala regional dengan kebijakan politik imprerialismenya yang mencoba
mengintegrasikan segenap wilayah jajahannya ke dalam core, yakni Jepang
sendiri, sementara Jepang mengalami keterlambatan dalam memasuki sistem
internasional yang bersifat imperialisme pada masa itu. Faktor keterlambatan
itu telah memaksa Jepang untuk memperkeras
usahanya dalam melancarkan kegiatan dan upaya industrialisasi dalam rangka
mengontrol wilayah-wilayah jajahannya.
6.
Usaha-usaha integrasi
ekonomi ala kapitalisme/liberalisme yang dilakukan
oleh Jepang atas beberapa wilayah jajahannya dilancarkan secara intens dan
serius, hal ini membawa dampak positif berupa perbaikan sarana dan perbaikan
fasilitas infrastruktur di beberapa negara jajahannya tersebut antara lain
Korea dan Taiwan. Usaha integrasi ekonomi tersebut melibatkan pula kebijakan
transformasi sosial-politik untuk memperlancar usaha mobilisasi ekonomi
tersebut. Dari penjelasaan di atas kita harus memperthitungkan "warisan”
kolonialisme Jepang yang memberi dampak positif bagi negara jajahannya di Asia
sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang sehat di negara-negara tersebut.
D. NEGARA DAN EKONOMI INTERNASIONAL
Merujuk kepada buku-buku maupun
jurnal-jurnal, era yang akan mendominasi dunia ini untuk saat ini serta masa
mendatang adalah era globalisasi dan kapitalisme global. Globalisasi adalah
sebuah gejala yang pada saat ini sungguh tidak terelakkan. Televisi dan koran
membawa berita-berita dari segala sudut dunia ke meja kantor dan rumah di
berbagai pelosok; bukan hanya berita perang, tetapi juga berita olah raga,
fashion, musik, dan sebagainya. Orang kini bisa marah, sedih, dan gembira
terhadap peristiwaperistiwa yang tidak ia lihat dengan mata kepala sendiri.
Sementra itu produkproduk, yang tidak bisa dibuat di tanah air, memenuhi
rak-rak toko dan etalase. Mereka didatangkan dari segala penjuru dunia, dari
minuman, sepatu, makanan, baju, celana, hingga mobil mewah. Dan tidak boleh
dilupakan, para pemburu saham, setiap hari mereka menyaksikan harga saham
turunnaik bukan hanya yang di Jakarta, tetapi juga di London, Frankfurt, Tokyo,
dan New York. Orang dibuat tidak bisa tidur atau sakit jantung gara-gara harga
saham melonjak dan tidak menentu.
Hal ini menyentuh pada tingkat
kebudayaan yang juga merupakan unsur intrusive dari negara maju sekaligus alat
propaganda di dalam menebarkan bom-bom budaya baru di segala penjuru dunia,
yang antara lain melalui MTV yang banyak berisikan materi gaya hidup dan musik
anak muda Amerika Serikat dengan disertai penyanyi-penyanyinya (Britney Spears,
Shakira, Paula Abdul, Shania Twain) dan juga diikuti dengan film-film buatan
Hollywood (Rambo, Rocky, Terminator, Austin Power) yang didukung oleh acara
berupa pemberian penghargaan piala Oscar. Sehingga menekan budaya lokal sampai
ke sudut yang paling sempit sehingga orang dibuat lupa akan budayanya sendiri
dan mengindahkan nilai-nilai budaya asing yang masuk ke dalam dirinya. Sebab di
jaman sekarang ini orang yang tetap berpendirian teguh pada nilai-nilai lama
atau dengan kata lain budayanya akan dipandang ketinggalan jaman ini bisa
disebut pula Amerikanisasi atau bisa disebut juga McDonaldization, yang
merupakan suatu ideologi kebudayaan untuk membenarkan
semua yang disebut “neoliberalisme".
Regionalisme dengan blok-blok ekonomi
yang ada di kawasan masingmasing seperti ASEAN sebagai contoh juga mau tidak
mau harus dapat menerima atau mencoba bertahan dari terpaan badai globalisasi
yang terasa kencang ini dengan menguatkan kerjasama ekonominya. Sebab
pergerakan dan pergeseran atau tranformasi secara besar-besaran terjadi dalam
hal ini demi memudahkan perdagangan seperti pembebasan tarif bea masuk dan
pajak disertai dengan masuknya praktisi asing baik itu tenaga kasar, ahli dari
negara luar atau pun barang dari negara maju atau antar negara berkembang
sendiri (AFTA dan APEC) semua komponen usaha khususnya Indonesia (sebagai
contoh) dalam hal ini harus “berperang melawan dunia luar. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Edward Luttwak (Turbo Capitalism, 1999) tentang peranan negara
dalam proses penjarahan global ini.
Dalam kaitannya dengan globalisasi
ini di mana dibutuhkan dukungan dan kerjasama antara pihak pemerintah dengan
pemerintah negara lain dan dengan MNC (multinationalcoorporations) baik itu
tertuang dalam wadah kerangka kerja sama ekonomi regional dalam kawasan (ASEAN,
Uni Eropa) ataupun wadah lembaga atau badan internasional (IMF, WTO, World
Bank) yang lain. Lebih lanjut demi memajukan roda perekonomian dunia karena
dalam era globalisasi sekarang peranan MNC yang cukup besar (FIAT, Microsoft,
IBM, General Motors, Royal Dutch/Shell Group, Exxon, Ford Motor, British
Petroleum, Toyota Motor Coorporation, General Electric, Unilever, Nissan, dan
sebagainya). Juga tidak bisa dipungkiri lagi telah masuk ke seluruh dunia
melalui produk-produk barang hasil MNC tersebut.
Jean Marie-Le Pen, pemimpin Partai
Front Nasional Ekstrem Kanan yang sempat lolos di dalam babak penentuan
pemilihan Presiden Perancis pada bulan April
2002 yang lalu, bukannya memajukan kerjasama tetapi malah berusaha menumbuhkan atau membangkitkan kembali
semangat jiwa fasisme serta nasionalisme sempit dengan mengedepankan isu-isu
yang dianggap membahayakan bagi sebagian besar masyarakat dunia pada umumnya
dan di dalam negeri Perancis itu sendiri. Yang di dalam kampanyenya 2002 yang
lalu Le Pen mengedepankan gagasan bahwa arus imigran telah mengurangi
kesempatan penduduk Perancis “asli” untuk memperoleh
pekerjaan; bahwa naiknya tingkat kriminalitas di Perancis erat kaitannya dengan
kehadiran kaum imigran (kaum pendatang dari Afrika Utara) dan juga gagasannya
yang lain mengenai Perancis yang harus keluar dari Uni Eropa yang mana menurut
Le Pen Perancis dan Uni Eropa mengalami hubungan yang abnormal serta telah
memperbudak Perancis dan membuat Perancis kehilangan substansinya.
Mitos-mitos yang berkembang seputar
globalisasi semakin terlihat menjadi suatu hal yang mendekati kenyataan dan
menimbulkan permasalahan-permasalahan baru pula. Pertama secara dramatis yang
dikemukakan oleh Keniichi Omae. Ia berpendapat bahwa akibat dari globalisasi,
dirumuskan sebagai gempuran dari Four I-s, akan lenyaplah yang disebut nation
states. Hal inimemang cocok untuk dikatakan “dramatis" karena ia
meramalkan suatu hal menakutkan yang menimpa sesuatu yang besar.
Sekurang-kurangnya hingga tahun 2003 ini belum ada nation-state satu pun yang
bubar. Negara bangsa masih berdiri, bahkan di beberapa tempat di dunia malah ada tuntutan baru untuk mendirikan negara-bangsa yang
baru (Aceh, Papua, Kurdi, Taiwan, dan sebagainya). Negara-bangsa memang mengalami
tekanan luar-biasa, yang belum pernah ada pada masa sebelumnya, tetapi
negara-bangsa tidak bubar.
Sedang yang kedua dikemukakan oleh
Noorena Hertz (Silent Takeover and the Death of Democracy) lebih masuk akal. Ia
mengatakan akibat globalisasi ekonomi, akan terjadilah the death of democracy.
Para pemimpin negara saat ini, memang dipilih rakyat, tetapi ternyata mereka
lebih sibuk untuk "melayani” pelaku bisnis global yang tidak memilihnya.
Para pemimpin negara yang masih memperhitungkan para pemilih dalam negeri
(domestic constituent), tetapi justru demi memuaskan para konstituen inilah
para pemimpin akan melakukan apa saja asal para kapitalis yang telah mengglobal
itu mau datang di negaranya. Tentu saja para pemimpin bersaing satu sama lain
karena para investor hanya akan memilih negara yang
memberikan syaratsyarat yang paling menguntungkan bisnis mereka.
Berbeda menurut Thomas L. Friedman seperti yang ditulisnya,
melalui buku Memahami Globalisasi: Lexus dan Pohon Zaitun. Friedman menyebutkan
bahwa ciri istimewa globalisasi terdapat pada kata integrasi. Dunia menjadi
tempat untuk menjalin hubungan. Karena ancaman maupun peluang yang ada,
tergantung dari kepada siapa seseorang dihubungkan. Sistem globalisasi dibangun
di tiga keseimbangan yang saling tumpang tindih dan saling mempengaruhi, yaitu
keseimbangan tradisional antara negara, lalu negara dengan pasar global, dan
keseimbangan antara individu dengan negara.
Pasar global dalam hal ini penting
karena dibentuk oleh jutaan investor yang memutar uangnya keliling dunia hanya
dengan meng-klik mouse komputer. Runtuhnya tembok Berlin memberikan lebih
banyak kekuasaan bagi individu, baik untuk mempengaruhi pasar atau pun negara.
“Jadi, sekarang Anda tidak hanya memiliki negara adidaya, supermarket, tetapi
juga sekarang Anda memiliki individu dengan kekuatan super (super
powerpeople)," kata Friedman. Beberapa di antara individu dengan kekuatan
super itu dalam kondisi sangat marah dan dapat bertindak langsung di pentas
dunia. Untuk memperjelas itu, ia antara lain menunjuk contoh Osama bin Laden
yang mengendalikan serangan teror di AS, 11 September.
Di era globalisasi ini dimana
persaingan dalam berbagi bidang apalagi yang bersentuhan dengan ekonomi amatlah
kompetitif, terutama dalam bidang usaha dan perdagangan. Sebagaimana kita
ketahui UKM (Usaha Kecil dan Menengah) di masa krisis ini bisa bertahan, sedang
usaha-usaha besar yang sepanjang pemerintahan Soeharto banyak diberikan
kemudahan di dalam berbagai hal, termasuk pemberian kredit tidak bisa bertahan.
Mengapa UKM dan koperasi tidak seterpuruk usaha besar? Pertama, sebagian besar
usaha kecil menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods) khususnya yang
tidak tahan lama (nondurable consumer goods). Kelompok barang ini dicirikan
oleh keandalan permintaaan terhadap perubahan pendapatan (income elasticity of
demand) yang relatif rendah.
Artinya seandainya terjadi peningkatan
pendapatan pada masyarakat, permintaan atas kelompok barang ini tak akan
meningkat banyak; sebaliknya jika pendapatan masyarakat merosot sebagai akibat
dari krisis sebagaimana yang terjadi dalam
empat tahun terahir ini maka permintaan tak akan banyak berkurang. Dengan
demikian, secara rata-rata tingkat kemunduran usaha kecil tidak separah yang
dialami oleh kebanyakan usaha besar, terutama usaha yang selama ini bisa
bertahan karena proteksi, fasilitas istimewa, dan praktik-praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) lainnya.
Kedua, mayoritas usaha kecil lebih
mengandalkan pada non-banking financial dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini
terjadi karena akses usaha kecil pada fasilitas perbankan sangat terbatas.
Ketiga, pada umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi produksi yang ketat,
dalam artian hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja (kebalikan dari
konglomerasi). Modal yang terbatas menjadi salah satu faktor yang melatar
belakanginya. Keempat, terbentuknya usaha-usaha kecil baru terutama di sektor
informal, sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor
formal karena krisis ekonomi yang berkepanjangan. Banyaknya unit usaha baru di
sektor informal ini pada akhirnya membuat tidak terjadi penurunan jumlah UKM
dan koperasi, bahkan dalam kenyataannya mengalami peningkatan menjadi satu juta
unit.
E. PENGARUH NEGARA
BESAR BAGI PERKEMBANGAN GLOBALISASI
Kedaulatan dari suatu negara
menjadi dasar terhadap suatu wilayah di dunia ini. Dengan tujuan kepada
pemerintah-pemerintah untuk melatih secara total dan kewenangan yang esklusif
di antara beberapa spesifikasi atau bidang tertentu, peristiwa-peristiwa yang
timbul pada lokasi yang pasti, dan yurisdiksi yang harus dipisahkan secara
jelas dari batasan atas demarkasi yang mana
secara resmi agar dapat menjaga hal tersebut dalam pengawasan ketat di mana hal
ini, dengan adanya globalisasi di mana hubungan sosial timbul mempunyai tuan
rumah yang secara kualitas tidak lagi memiliki wilayah dan batasan yang melarut
menjadi satu di dalam derasnya aliran arus elektronik dan lainnya, dengan
kondisi awal secara krusial yang efektif dari kedaulatan telah berpindah.
Di sisi lain, beberapa angka dari
materi pembangunan telah memotong kedaulatan negara tersebut. Negara secara
kontemporer dalam hal ini tidak dapat dengan baik secara sendirinya mengontrol
fenomena seperti perusahaan global, alat kontrol dari satelit, masalah ekologi
global, dan perdagangan global dari saham dan
surat obligasi. Tidak ada dari hal tersebut yang dapat dikatakan berada dalam ruang
wilayah di mana suatu negara dimungkinkan untuk melakukan usaha keras untuk
menerapkan yuridiksi secara eksklusif.
Transmisi data komputer, senjata
nuklir, dan komunikasi telepon tidak dapat dihentikan dengan melewati tempat
pemeriksaan dengan batasanbatasan. Media massa global telah mengurangi peranan
dari negara atas pendidikan dan bahasa. Dan di dalam memandang luasnya dan
tersebarnya bank deposit dan secara besar dengan menggunakan transfer uang
elektronik, negara juga kehilangan pijakan atas kepemilikan dari hal lainnya
yang mana telah secara resmi terlebih dahulu menjadi bagian dari suatu
kedaulatan, yaitu mata uang nasional.
Sepanjang perubahan materi ini,
globalisasi juga telah melepaskan beberapa budaya dan unsur psikologi penting
sebagai fondasi dari suatu kedaulatan. Sebagai contoh, hasil dari tumbuhnya
jaringan lintas batas, membuat banyak orang
memiliki loyalitas sehingga menambah dan mungkin akan dapat mengesampingkan
perasaan dari solidaritas nasional yang sebelumnya telah diberikan secara sah
kepada kedaulatan dari suatu negara. Dengan pertolongan dari konferensi global,
komunikasi global, dan sebagainya, secara tepat ikatan suprateritorial yang
mana telah mempererat di dalam pergerakan kewanitaaan, di antara kelas-kelas
manajerial transnasional, di lingkungan kaum gay dan lesbian, di antara
kalangan orang-orang cacat, dan pada jutaan dari komunitas media-komputer yang
didirikan melalui kelompok di internet.
Di waktu yang sama, globalisasi
juga, seperti telah disebutkan di atas, sering kali diperkuat lagi dengan
lokalisasi dari loyalitas. Sebagai contoh, di kalangan masyarakat pribumi dan
grup etnik lain yang menjadi sub-negara tersebut. Sebagai tambahan, banyak
orang di dunia globalisasi kontemporer ini telah membuat nilai tambah seperti di
dalam pertumbuhan ekonomi, hak-hak asasi manusia, dan menyokong kemampuan dari
ekologi sebagai suatu prioritas dibandingkan dengan kedaulatan dari negara yang
secara normal diasosiasikan pada penentuan nasib secara nasional.
Negara dalam hal ini cenderung
berusaha untuk mengatur tata cara dan penilaian agar mereka tidak kehilangan
kedaulatan dalam menghadapai globalisasi,
tetapi mereka tidak mempunyai pilihan untuk menahan hal tersebut. Bahkan
pemerintah Cina, yang secara terus menerus berusaha untuk menghidupkan
kedaulatan yang bertumpu pada world order, menempatkan “interdependensi
global" sebagai perhatiannya pada masa sepuluh tahun. Blueprint konsep
ekonomi RRC di tahun 1990.
Memang ada pelanggaran dari
kedaulatan di bawah sistem Westphalian pada abad ke 17, tetapi pada waktu itu
adalah normal disadari untuk setidaknya mengadakan hipotesis bahwa suatu negara
dapat, dengan kekuatan dari institusi dan instrumen yang dimiliki, dapat lolos
dan secara legal berdaulat dan kedaulatannya itu dapat efektif. Secara kontras,
di bawah kondisi dari globalisasi kontemporer, memerintah dengan berdasarkan
atas kekuasaan yang tertinggi dan wilayah yang secara eksklusif mempunyai
wewenang telah menjadi sesuatu yang sama sekali susah untuk dilaksanakan. Tidak
sebanding dengan banyaknya jumlah bangunan institusi dan legislatif secara
sepihak yang akan membolehkan suatu negara besar untuk mencapai kontrol atas
kuasa mutlak di luar dari wilayahnya. Seperti halnya banyak negara pasca
kolonial yang didirikan selama kurun waktu dari globalisasi tidak pernah
berdaulat penuh.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hubungan dan kerjasama antar bangsa
muncul karena tidak meratanya pembagian kekayaan alam dan perkembangan industri
di seluruh dunia sehingga terjadi saling ketergantungan antara bangsa dan
negara yang berbeda. Karena hubungan dan kerjasama ini terjadi terus menerus,
sangatlah penting untuk memelihara dan mengaturnya sehingga bermanfaat dalam
pengaturan khusus sehingga tumbuh rasa persahabatan dan saling pengertian antar
bangsa di dunia.
Perhatian yang lebih terhadap
hubungan antar bangsa sangat diperlukan karena ini mempengaruhi kerja sama
antar setiap bangsa, baik politik, ekonomi keamanan dan lain sebagainya. Oleh
karena itu segala kemungkinan – kemungkinan terjadinya konflik agar sesegera
mungkin dapat diselesaikan dengan baik dan dengan kerja sama yang baik.
B. Saran
Bahwasanya
perkembangan-perkembangan yang terjadi begitu cepat baik diglobal dan nasional
memberikan nuansa baru dalam kehidupan internasional maupun nasional.
Nuansa-nuansa ini mengarah pada terbentuknya kesadaran identitas baru baik
local maupun internasional yang banyak kasus telah menyebabkan terjadinya
berbagai konflik komunal.
Namun globalisasi yang kini sedang
dihadapi bukanlah sesuatu yang perlu kita hindari, melainkan sebuah proses
kehidupan yang dapat kita lalui bersama secara positif seiring proses
pembangunan nasional yang juga kini kita tempuh bersama.
DAFTAR PUSTAKA
http://adlisyahyusri.blogspot.com/2013/01/makalah-lengkap-hubungan-internasional.html
Clark,
Ian. 2001. Globalization and The Post-Cold War Order, in; John Baylis
& Steve Smith (eds.) “The Globalization of World Politics”, 2nd edition,
Oxford, pp. 614-648.
Departemen
Hubungan Internasional. 2005. “2005-2020 Roadmap Studi Hubungan Internasional
Universitas Airlangga.”
Hay,
Colin. 2007. International Relations Theory and Globalization, in; Tim
Dunne, Milja Kurki & Steve Smith (eds.) “International Relations Theories”,
Oxford University Press, pp. 266-287.
Lake,
David A. & Powell, Robert. 1999. International Relations: A
Strategic-Choice Approach, in; David A. Lake & Robert Powell (eds.),
“Strategic Choice and International Relations”, Princeton University Press, pp.
3-38.
Linklater,
Andrew. 2001. Globalization and The Transformation of Political Community,
in; John Baylis & Steve Smith (eds.) “The Globalization of World Politics”,
2nd edition, Oxford, pp. 617-633.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar