BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Berbicara mengenai manajemen konflik
maka terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian dari Manajemen konflik
itu sendiri, Istilah manajemen, terjemahannya dalam bahasa Indonesia hingga
saat ini belum ada keseragaman.
Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu:
Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu:
1. Manajemen
sebagai suatu proses,
2. Manajemen
sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen,
3. Manajemen
sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan (Science)
Sedangkan konflik adalah
pertentangan antara orang-orang atau kelompok. Banyak definisi tentang konflik
yang diberikan oleh ahli manajemen. Hal ini tergantung pada sudut tinjauan yang
digunakan dan persepsi para ahli tersebut tentang konflik dalam organisasi.
Namun, di antara makna-makna yang berbeda itu nampak ada suatu kesepakatan,
bahwa konflik dilatarbelakangi oleh adanya ketidakcocokan atau perbedaan dalam
hal ini, tujuan, status, dan budaya.
Organisasi terdiri dari berbagai
macam komponen yang berbeda dan saling memiliki ketergantungan dalam proses
kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang terdapat dalam
organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang akhirnya
menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi
suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya
konflik .
Konflik dapat menjadi masalah yang
serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat
kompleksitas organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan
berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik
sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Konflik ?
2.
Apa sebab-Sebab Timbulnya Konflik ?
3.
Jenis-Jenis Konflik ?
4.
Kaitan kepemimpinan dan konflik ?
5.
Konflik dan manajemen keputusan ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui Konflik Dan Sebab-Sebab Timbulnya
Konflik
2.
Untuk mengetahui Jenis-Jenis Konflik
3.
Untuk mengetahui kaitan organisasi dan konflik
4.
Untuk mengetahui kaitan Kaitan kepemimpinan dan
konflik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Manajemen Konflik
Kata Manajemen berasal dari bahasa
Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.
Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni
menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang
manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan
organisasi. Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya
untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti
bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti
bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan
jadwal. Sedngkan Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat
antara orang-orang, kelompok atau organisasi , mengingat adanya berbagai macam
perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, maka adalah rasional untuk
menduga akan timbulnya perbedaan-perbedaan pendapat keyakinan-keyakinan serta
ide-ide.
Manajemen konflik merupakan
serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu
konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi
kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang
berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang
akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara
pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Menurut Nardjana (1994) Konflik
yaitu akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau
berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya
saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978),
konflik adalah kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan
yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya
dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu
bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan
produktivitas kerja (Wijono, 1993, p.4)
Menurut Wood, Walace, Zeffane,
Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam
ruang lingkup organisasi) yaitu : Conflict is a situation which two or more
people disagree over issues of organisational substance and/or experience some
emotional antagonism with one another. yang kurang lebih artinya konflik
adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap
suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan
timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
Menurut Stoner Konflik
organisasi ialah mencakup
ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal
tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17)
Daniel Webster mendefinisikan
konflik sebagai:
a.
Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang
tidak cocok satu sama lain.
b.
Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering,
2001).
B. Sebab-sebab Timbulnya Konflik
1.
Peristiwa sehari-hari, adanya tantangan,
adanya perbedaan (Hendricks)
2.
Keingnan top manajemen yang terlalu ambisius, sehingga
dewan komisaris bereaksi terhadap dewan direksi, karna komisaris berperan sebagai
principal, sedangkan dewan direktur sbg pelaksana. (dimana pelaksana harus memaksimalkan
keuntungan bagi principal)
3.
Konflik terjadi karna kondisi dan situasi eksternal, yang
dianggap tidak representatif, dalam sisi kenyamanan, sehingga memacu
ketidak focusan dalam melaksanakan pekerjaan yang sudah direncanakan.
4.
Sikap ego , yang selalu menganggap
pendapatnya benar, walaupun bertentangan dengan realita.
C. Jenis-Jenis Konflik
Konflik itu mempunyai banyak jenis
seperti yang dikatakan James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima
jenis konflikyaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar
individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.
a. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik
seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama
seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal
sebagai berikut:
1.
Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang
bersaing
2.
Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi
di antara dorongan dan tujuan.
3.
Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif
yang menghalangi tujuan tujuanyang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses
adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acap kali menimbulkan konflik. Kalau
konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
1.
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang
dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
2.
Konflik pendekatan penghindaran, contohnya orang yang
dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
3.
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang
yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif
sekaligus.
b. Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah
pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan
atau keinginan. Maka Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda
status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain. Konflik interpersonal ini merupakan
suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik
semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi
yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi
tersebut. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok Hal ini
seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk
mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.
Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa
seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat
mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
Konflik antara kelompok dalam
organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di
dalam organisasiorganisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja
manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok. Konflik antara
organisasi Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan
negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya
disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah
menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan
servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.
c. Konflik antar perorangan
Konflik antar perorangan terjadi
antara satu individu dengan individu lain atau lebih. Konflik ini biasanya
disebabkan oleh adanya perbedaan sifat dan perilaku setiap orang dalam
organisasi. Hal ini biasanya pernah dialami oleh setiap anggota organisasi baik
hanya dirasakan sendiri maupun ditunjukkan dengan sikap. Misalnya seorang
manajer pemasaran merasa tidak senang dengan hasil kerja manajer produksi. Akan
tetapi perasaan ini tidak selalu dilakukan secara terbuka tapi bisa juga secara
diam-diam. Apabila ini berlangsung lebih lama, bisa menyebabkan ketidak
selarasan dalam pengambilan keputusan
d. Konflik Antar Kelompok
Konflik antar perorangan terjadi
antara satu individu dengan individu lain atau lebih. Tingkat lainnya dalam konflik
di organisasi adalah konflik antar kelompok. Seperti diketahui bahwa sebuah
organisasi terbentuk dari beberapa kelompok kerja yang terdiri dari banyak
unit. Apabila diantara unit-unit disuatu kelompok mengalami pertentangan dengan
unit-unit dari kelompok lain maka manajer merupakan pihak yang harus bisa
menjadi penghubung antara keduanya. Hubungan pertentangan ini apabila
dipertahankan maka akan menjadi koordinasi dan integrasi kegiatan-kegiatan
menjadi sulit.
e. Konflik antar organisasi
Konflik juga bisa terjadi antara
organisasi yang satu dengan yang lain. Hal ini tidak selalu disebabkan oleh
persaingan dari perusahaan-perusahaan di pasar yang sama. Konflik ini bisa
terjadi karena adanya ketidak cocokan suaut badan terhadap kinerja suatu
organisasi.
Sebagai contoh badan serikat pekerja
di cocok dengan perlakuan suatu perusahaan terhadap pekerja yang menjadi
anggota serikatnya. Konflik ini dimulai dari ketidak sesuaian antara para
manajer sebagai individu yang mewakili organisasi secara total. Pada situasi
konflik seperti ini para manajer tingkat menengah kebawah bisa berperan sebagai
penghubung-penghubung dengan pihak luar yang berhubungan dengan bidangnya.
Apabila konflik ini bisa
diselesaikan dengan prioritas keorganisasian atau perbaikan pada kegiatan
organisasi, maka konflik-konflik bisa dijadikan perbaikan demi kemajuan
organisasi.
D. Kepemimpinan dan Konflik
Dalam keberadaan
bersama dan dalam kehidupan bermasyarakat dengan orang lain, friksi atau
gesekan, perselisihan, tabrakan, pertikaian dan konflik itu merupakan bagian
hakiki dari kehidupan. Karena itu juga menjadi garapan bagi manajemen atau
kepemimpinan, khususnya pada kepemimpinan eselon puncak.
Untuk menangani konflik
itu di semua bidang kehidupan, orang mengembangkan 3 macam pendekatan pemimpin,
yaitu:
Pandangan tradisional
menyatakan bahwa konflik itu sifatnya negatif, destruktif, dan merugikan.
Karena itu konflik harus dilenyapkan, demi kerukunan dan harmoni hidup.
Pendapat semacam ini banyak dilontarkan orang pada tahun-tahun 40-an.
Bentuk tingkah laku
manusia sepanjang hidupnya, sebagian besar merupakan bentuk penyesuaian tingkah
laku terhadap orang lain, dan menghadapi konflik serta perselisihan. Keluarga,
sekolah, dan agama selaku lembaga sosial selalu menekankan adaptasi diri
(penyesuaian diri), prinsip anti-konflik, dan kerukunan. Otoritas orang tua
menekankan peraturan-peraturan dan norma-norma yang harus dipatuhi oleh
anak-anak dan anak-anak harus menyesuaikan diri terhadap kemauan orang tua.
Anak harus selalu tunduk dan patuh pada perintah orang tua.
Sekolah-sekolah
tradisional juga mencermikan adanya keluarga petrenalistis. Guru ditampilkan
dalam sosok “makhluk maha- besar dan kuasa”, patut “digugu”
dipercaya dan ditiru. Kriteria guru merupakan kadar kebenaran dan pendapat guru
tidak boleh disanggah. Sikap “tidak setuju” pada pendapat guru dianggap tabu
dan dianggap sebagai sikap mem berontak. Sekolah mengharuskan setiap murid
menerima semua informasi dengan sikap “terimakasih” dan “sumarah”, tanpa
bertanya-tanya.
Selanjutnya
ajaran-ajaran religius menekankan juga masalah kedamaian, harmoni, keseluruhan,
ketenangan, kerukunan di dunia. Segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan, dan
dilimpahkan pada manusia harus diterima dengan rasa syukur. Untuk dapat hidup
secara tenang “ayem tengtrem, langgeng seneng”, orang harus menyingkiri
konflik. Maka jika konflik muncul, harus segera dilenyapkan, ditekan dan
didesakkan dalam alam ketidaksadaran, atau dilupakan. Ringkasnya bagi
masyarakat tradisional, konflik itu mengandung pengertian negatif, karena
mengandung unsur ketidaksesuaian, pertentangan, perselisihan dan permusuhan
yang harus diberantas dari muka bumi.
Masyarakat manusia
harus dibangun atas fundamen anti-konflik. Semua tokoh otoritas, orang tua,
guru, pemimpin dan manajer secara tegas menyatakan koflik menyebabakan
ketidakpuasan, perpecahan dan kerusakan. Maka anak manusia harus dibesarkan
dengan pendidikan dan gizi “anti-konflik”, supaya hidupnya tentram dan selaras
dengan lingkungannya. Sebab konflik itu jelas tidak mengenakkan hati, dan
selalu saja menjadi sumber kesulitan bagi manusia.
Pandangan tradisional
kuno ini kemudian diikuti dengan pandangan behavioral, yang melihat konflik
sebagai ciri hakiki tingkah laku manusia yang berkembang sebagai built-in
element.
Konflik bersumber dari
perbedaan kodrati masingg-masing individu dalam kelompok. Penghapusan terhadap
perbedaa, berarti: penghapusan terhadap individu-individu dan kelompok-kelompok
itu sendiri. Maka kita mengenal peristiwa konflik dalam bentuk macam-macam
perbedaan, aneka tujuan, kompetisi, persaingan dan rivalitas.
Dengan demikian
pandangan kaum behavioris merasionalisir konflik. Tujuan mereka adalah
mengurung, membatasi dan menjinakan konflik sebagai unsur “netral” atau unsur
biasa dan “tidak berbahaya”. Namun ketika mereka diharapkan agar bertindak
lebih jauh, yaitu untuk mengelola konflik, mereka lalu menjai ragu-ragu.
Pernyataan mereka adalah konflik-konflik diantara individu dan sesama kelompok
itu jelas mempunyai fungsi sosial.
Kaum interaksionis
mengadakan pendekatan yang lebih positif dan lebih aktif. Mereka menyatakan
antara lain sebagai berikut:
·
Konflik itu penting dan
perlu dalam kehidupan
·
Secara eksplisit
konflik itu merangsang oposisi
·
Orang harus
mengembangkan manajemen konflik, mestimulir konflik, dan harus bisa
memecahkannya dengan bantuan manajemen konflik
·
Manajemen konflik
merupakan tanggung jawav pemimpin dan manajer
Jika pandangan
tradisional menyatakan konflik sebagai unsur yang merusak, mengganggu
kelancaran proses yang sifatnya disfungsional, maka kaum ineraksionis
menyatakan bahwa:
·
Konflik bisa
memperkokoh fundamen organisasi
·
Dapat melancarkan
fungsi organisasi (badan, lebaga, jawatan) berkat adanya introspeksi, refleksi,
wawasan kembali, revisi dan reorganisasi.
Inilah konflik dalam
mujudnya yang positif, konstruktif dan fungsional sifatnya. Dengan begitu ada
pandangan fungsional dan disfungsional mengenai konflik.
Kaum interaksionis
menyatakan, organisasi yang tidak mendorong adanya konflik, cenderung akan
macet, mengalami stagnasi, tidak mampu mengambil keputusan tepat, condong
menjadi dekaden atau merosot, dan menjadi mundur. Jikalau hal tersebut ekstrim
sifatnya dapat menyebabkan kematian atau kebangkrutan organisasi. Organisasi
yang terus maju berkebang itu pada umumnya lebih banyak didukung oleh unsur
konflik-konflik kecil di kalangan para pemimpinnya, jika dibandingkan degan
hanya ada persetujuan atau “pengaminan” belaka.
Kebangkrutan dari
kemacetan organisasi pada umumnya disebabkan oleh mismanajemen yang timbul
karena para pemimpinnya bersikap masa bodoh, berdiam diri saja, apatistertutup,
takut, cemas, lebih suka menghindari pergesekan/friksi, membiarkan
keputusa-keputusan yang salah-urus terus berlangsung dan tidak pernah
mengadakan koreksi, usul dan oposisi terhadap atasan.
Pada masa sekarang ini
orang meyakini adanya relasi antara konflik yang konstruktif dengan suksesnya
organisasi. Tanpa konflik tidak akan banyak kita dapat tantangan dan tidak
terdapat kemajuan. Juga tidak ada dorongan untuk mawas kembali, tidak ada
koreksi, semuanya itu akan menampilkan indikasi adanya otoraksi, kemacetan,
uninformitas, kebekuan mental, indolensi psikis dan apatisme.
Sebaliknya konflik yang
ada pada batas-batas wajar itu mencerminkan adanya demokrasi, kebinekaan,
perbedaan, keragaman, perkembangan, pertumbuhan, progres, aktualisasi diri dan
transendesi-diri.Karena itu konflik menjadi benih vital bagi pertumbuhan dan
suksesnya lembaga serta organisasi.
E.
Konflik dan Pengambilan Keputusan
Secara singkat
Pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara berbagai tersedianya
alternatif. Proses mempengaruhi dan pengambilan keputusan adalah
proses-proses manejerial karena secara nyata dilaksanakan oleh para manajer.
Proses-proses ini juga merupakan proses-proses organisasional karena lebih
penting daripada manajer individual dalam pengaruhnya pada pencapaian
tujuan–tujuan organisasi. Ketiga proses organisasi dan manejemen ini merupakan
bagian vital sistem organisasi formal dan mempunyai implikasi-implikasi sangat
penting terhadap perilaku organisasional.
Menurut Herbert A.
Simon, Proses pengambilan keputusan pada hakekatnya terdiri atas tiga langkah
utama, yaitu:
·
Kegiatan Intelijen
Menyangkut
pencarian berbagai kondisi lingkungan yang diperlukan bagi keputusan.
·
Kegiatan Desain
Tahap ini
menyangkut pembuatan pengembangan dan penganalisaan berbagai rangkaian kegiatan
yang mungkin dilakukan.
·
Kegiatan Pemilihan
Pemilihan
serangkaian kegiatan tertentu dari alternative yang tersedia.
Konsep konsep pengambilan keputusan menurut ELBING:
·
Identifikasi dan diagnosis masalah
·
Pengumpulan dan analisis data yang relevan
·
Pengembangan & evaluasi alternantif
·
Pemilihan alternatif terbaik
·
Implementasi keputusan & evaluasi terhadap hasil
–hasil
Sedangkan menurut Scott dan Mitchell, Proses pengambilan
keputusan meliputi:
·
Proses pencarian/penemuan tujuan
·
Formulasi tujuan
·
Pemilihan Alternatif
·
Mengevaluasi hasil-hasil
Tipe –Tipe Keputusan Manajemen :
·
Keputusan-keputusan perseorangan dan strategi
·
Kepusan-keputusan pribadi & strategi
·
Keputusan-keputusan dasar & rutin\
Model-model Pengambilan Keputusan :
·
Relationalitas Keputusan
·
Model-model perilaku pengambilan keputusan
Teknik Pengambilan Keputusan :
·
Teknik -teknik Kreatif: Brainstorming & Synectics
·
Teknik -teknik Partisipatif
·
Teknik -teknik pengambilan keputusan Modern : Teknik
Delphi, Teknik Kelompok Nominal
Dalam proses pengambilan keputusan
ada beberapa metode yang sering di gunakan oleh para pemimpin, yaitu :
1.
Kewenangan Tanpa Diskusi (Authority Rule Without
Discussion)
2.
Pendapat Ahli (expert opinion)
3.
Kewenangan Setelah Diskusi (authority rule after
discussion)
4.
Kesepakatan (consensus)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Manajemen konflik merupakan suatu
cara atau langkah yang dilakukan oleh pelaku konflik untuk mengarahkan
suatu pertentangan ke arah hasil tertentu melalui beberapa metode
pengelolaan konflik baik dengan atau tanpa pihak ketiga.
Dengan adanya suatu organisasi maka
tidak mungkin luput dengan masalah atau konflik sehingga diperlukan adanya
manajemen konflik yaitu langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak
ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang
mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik
dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif,
bermufakat, atau agresif. Dan dalam menangani konflik diperlukan gaya,
strategi, taktik dan kebijakan organisasi itu sendiri. Sehingga konflik bisa
terselesaikan dengan baik yang terkadang akan menambah nilai positif dari organisasi
itu.
B. SARAN
Untuk mengatasi konflik diperlukan
pihak yang dapat bersikap netral dalam mengambil sebuah keputusan sehingga
konflik dalam manajemen dapat diatasi dan diarahkan ke arah yang lebih baik.
Demikian yang dapat kami paparkan
mengenai materi manajemen konflik yang menjadi pokok bahasan dalam makalah
ini, diharapkan suatu organisasi bisa menyelesaikan konflik dengan
sempurna agar kedepannya dapat tercipta perkembangan organisasi yang lebih
baik, maju dan positif. Semoga makalah ini berguna bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Wirawan, Konflik dan
Manajemen Konflik, Teori, Aplikasi dan Penelitan, Jakarta, Salemba Humanika,
2009
Saleh Abdul Rahman,
Psikologi Suatu Pengantar Dalam Prespektif Islam, Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, 2009
Desmita, Psikologi
Perkembangan Peserta Didik, Bandung, Pt. Remaja Rosdakarya, 2009
http://raitetsu.wordpress.com/2009/11/29/jenis-jenis-konflik/
http://www.masbied.com/2010/06/04/metode-pengelolaan-pengurangan-dan-penyelesaian-konflik/
http://www.pengertianmanagement.blogspot.com/2013/03/managemen-konflik-definisi-ciri-sumber.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar